Selasa, 16 September 2008

Ahmadiyyah (II) ; Keraguan SBY???

Nah, saat ini, mari kita coba menelusuri secara sederhana, atau meraba-raba, kenapa SBY tidak bersikap secara tegas...






1. TENTANG KEIMANAN AWAL MULA...
Ahmadiyyah sejak lama telah difatwakan oleh MUI bukan-lah Islam melainkan keyakinan lain yang mandiri. Ada pun persentuhan Ahmadiyyah dengan Islam, dalam konteks tertentu, secara pribadi saya menganggap sudah menjadi persinggungan budaya biasa, bukan lagi "pengimplementasian keimanan tertentu" melalui budaya lokal; sebagaimana yang pernah dikerjakan oleh Wali Songo dalam menyebarkan Islam di Jawa. Secara individu, SBY memiliki "darah" ke-Islaman yang kental, terutama dari garis pendidikan ayahnya. Maka, kecil kemungkinan SBY tidak meyakini bahwa terdapat perbedaan mendasar antara Iman Islam dengan Iman Ahmadiyyah.... Lalu...tanya kenapa...?
a. Boleh jadi keengganan SBY semata-mata untuk menyimpan potensi dukungan bagi dirinya, untuk 2009...Mungkin Ahmadiyyah di Indonesia secara jumlah tidak signifikan, tapi secara kualitas penganut, boleh jadi mereka memiliki posisi penting (terutama dalam bidang ekonomi). Maka, keengganan bersikap tegas adalah hal yang boleh menjadi pilihan SBY.
b. Dukungan dari pihak "Islam Moderat" atau Islam Jalan Tengah, JIL dan PRO-Demokrasi yang (menurut saya) untuk hal ini sudah kebablasan. Maka, bagi SBY hal ini perlu ia ambil...Ingat, dari dulu Indonesia memiliki kuantitas muslim yang banyak, tapi bukan KUALITAS, dan SBY harus memanfaatkan ini. Sumbangan asing dari dan untuk LSM atau Gerakan ISLAM LIBERAL/Moderat, juga menjadi pertimbangan. Maka bagi SBY, kaum PURITAN di ISLAM adalah di awang-awang, bukan di INDONESIA...
c. Pengetahuan dan kejujuran SBY bahwa ia memiliki pengetahuan ke-ISLAM-an, yang dalam batasan tertentu lebih cair dibandingkan darahnya... Hal ini membawa konsekuensi ia harus berhati-hati dalam bertindak...dan keputusannya adalah mengambangkan keputusan... SBY melihat, mendengar (seingat saya ia tidak buta dan tuli) serta membaca (ia juga tidak buta huruf) pertentangan mengenai keberadaan Ahmadiyyah dalam Islam di Indonesia...Dan ia, karena seorang Dr...juga harus mengambil kesempatan (baca; keuntungan) bila tidak, ia merugi. ..Bisakah hal ini jadi bumerang? Siapa pun tahu, bumerang bukan senjata orang Indonesia, apalagi orang Jawa, maka bagi SBY, ia tidak akan terkena bumerang. Sikap diam, santun, menjaga tampilan prima ala Jawa adalah senjata-nya.
2. KEKUATAN EKONOMI
Jaringan Ahmadiyyah internasional adalah jaringan yang kaya, atau minimal jauh lebih kaya daripada kekayaan SBY+JK+AB. Nah, faktor ekonomi menyebabkan SBY "maaf" tergagu-gagu dalam memutuskan... Bayangkan pula, apabila ada "investigasi kemudian" ternyata, investasi Inggris di Indonesia, diendorse oleh kalangan Ahmadiyyah, maka ketika SBY mencoba sembuh dari kegaguannya, melalui kuasa pemerintahan Inggris, akan ada semacam penentangan atas ketegasan SBY. Nah bagi SBY, posisi ini tidak menguntungkan...terlebih ia butuh dukungan untuk 2009 (baca; dukungan dana) Maka, membiarkan Ahmadiyyah hidup dan menumpang pada "ISLAM" di Indonesia, dapat mendatangkan keuntungan, minimal sebagai safe deposit box dengan jumlah yang "dapat diminta sesuai dengan kebutuhan"

3 Tabungan Persoalan Politik (sebagai Persoalan Pengalih Perhatian Publik)
SBY mengetahui bahwa posisi pemerintahan yang ia kelola saat ini, secara politis sudah cukup rapuh. Tentu hal ini biasa, sebab 2009 sudah diambang pintu. Pada bagian lain, KPK yang dikomandoi Antasari Azhar; yang pada awalnya ia anggarkan untuk "menyabet" lawan, ternyata malah akan menarik besan...Nah ia butuh pengalih... Terus terang ia sudah melakukan beberapa kegagalan koordinasi "penyelamatan harta pihak ketiga" yaitu melalui kasus Yusril dan Hamid Awwaluddin. Pada Yusril ia berhutang budi, pada Hamid Awwaluddin, ia adalah kesayangan JK...


Maka, pada saat Besan atau ORang Dekat dirinya (contoh Heru Lelono, istrinya Ani Yudhoyono, atau Aulia Pohan disorot) ia dapat mengalihkan perhatian publik dengan kasus Ahmadiyyah. Tentu sederhana, "katakan bahwa Indonesia terbuka untuk siapa pun dan negara melindungi keyakinan individu warga negara (dengan batasan pengertian yang disepakati oleh penguasa)...Jadi, bagi SBY, kasus Ahmadiyyah adalah Intan yang bernilai tinggi. Sejatinya, bagi Muslim yang tidak perlu puritan, apabila Ahmadiyyah mendeklarasikan dirinya sebagai keyakinan independen, di luar Islam, pasti dapat diterima publik
Jadi, jelas, bahwa pilihan mengambangkan masalah atau ketegasan, dalam hal Ahmadiyyah di Indonesia, bagi SBY (dan mungkin pihak think-tank nya) adalah mata air yang tidak akan habis-habisnya....
Sebagai penutup, saya melihat, apabila rekan-rekan Ahmadiyyah, berani mendeklarasikan secara terbuka, bahwa mereka berada pada keyakinan yang baru, bukan Islam, maka saya akan dukung keberadaan mereka, tetapi apabila berusaha tetap berlindung dengan "rumah" Islam, mungkin " secara akademis" saya termasuk orang yang akan menentang, sekalipun dengan keterbatasan ilmu, bukan berada di garis depan...Yang perlu saya ingatkan, janganlah KEYAKINAN REKAN-REKAN TENTANG KEAHMADIYYAHAN YANG PARIPURNA, malah ditunggangi OLEH KEPENTINGAN POLITIK...Ingat, dalam politik (terutama di Indonesia) Agama seringkali jadi ALAT...BUKAN TUNTUNAN

Lalu...apa yang akan kita dapati diakhir...????....menertawakan SBY (O, oo kamu tidak tegas, punya senjata, tak bisa pakai...O...o, kamu ketahuan, kekurangan uang untuk masa depan/2009) ...menertawakan rekan-rekan Ahmadiyyah (secara kecut) karena ternyata mereka dapat ditunggangi kepentingan politisi, atau malah menertawakan diri saya sendiri karena memiliki keimanan dan wawasan keagamaan pas-pasan...jawabannya akan ditentukan oleh waktu..

Wallahu A'lam Bisshowwab

Tidak ada komentar: